Sejak tahun 2023 hingga saat ini, terdapat 14 kasus bunuh diri dan upaya bunuh diri yang diakibatkan oleh judi online. Dari jumlah tersebut, 10 kasus terjadi pada tahun 2023, sementara 4 kasus lainnya terjadi antara Januari 2024 hingga April 2024.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) melaporkan bahwa banyak warga Indonesia yang berpenghasilan di bawah Rp100 ribu per hari terlibat dalam judi online. “Kami mendeteksi bahwa sebagian besar pemain judi berasal dari kalangan masyarakat dengan pendapatan di bawah rata-rata, seperti Rp100 ribu per hari,” ungkap Kepala Biro Humas PPATK, Natsir Kongah, dalam diskusi di Polemik Trijaya FM, pada Sabtu (26/8).
Menurut Natsir, pendapatan Rp100 ribu seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar keluarga, seperti membeli susu untuk anak. Namun, uang tersebut justru digunakan untuk judi online.
Natsir mengakui bahwa permintaan judi online di masyarakat cukup tinggi, sehingga tidak mengherankan jika para pengembang judi online terus bertumbuh.
Lebih jauh, Natsir mencatat bahwa partisipasi dalam judi online tidak hanya melibatkan orang dewasa, tetapi juga anak-anak yang masih bersekolah di tingkat dasar. “Hal ini sangat mengkhawatirkan karena banyak ibu rumah tangga dan bahkan anak-anak SD yang terlibat,” katanya.
Selain itu, PPATK juga mencatat peningkatan yang signifikan dalam volume transaksi judi online. Pada tahun 2021, transaksi mencapai Rp57 triliun, yang meningkat menjadi Rp81 triliun pada tahun 2022.
Natsir menjelaskan bahwa kenaikan transaksi ini menunjukkan bahwa selama pandemi, lebih banyak orang yang terlibat dalam judi online. Ia menyatakan bahwa fenomena ini bisa dipahami karena banyak orang yang menghabiskan waktu di rumah di awal pandemi Covid-19.
Ia juga mendorong peningkatan literasi, misalnya melalui pendidikan keluarga, untuk mencegah semakin banyak orang, terutama anak di bawah umur, terlibat dalam judi online. “Saya sepakat bahwa judi ini sudah menjadi masalah darurat karena melibatkan anak-anak SD,” tutupnya.